Teknologi Informasi & Internet Wahana Berpacu di Era Mendatang
08 Nov 2012
Tulisan ini merupakan revisi dari bahan orasi ilmiah penerimaan mahasiswa baru di ITB yang diberikan pada bulan Agustus 1997. Berawal dari keterangan teknis sepintas tentang Internet yang dilanjutkan kepada sejarah perjuangan pembangunan Internet di ITB yang berdampak pada pembangunan Internet secara menyeluruh di Indonesia. Fokus kemudian akan diberikan kepada pemanfaatan Internet sebagai wahana pengembangan sumber daya manusia Indonesia yang sangat strategis untuk berpacu di era globalisasi yang sangat kompetitif di paska tahun 2000. Besar harapan kami bahwa para siswa / mahasiswa dapat berusaha memanfaatkan sebesar-besarnya wahana & fasilitas teknologi informasi Internet untuk membentuk dirinya menjadi seorang yang tangguh dalam menghadapi kompetisi bebas di era mendatang.
Ucapan terima kasih.
Ucapan terima kasih terutama penulis berikan kepada rekan-rekan di Computer Network Research Group (CNRG) ITB di cnrg@itb.ac.id yang merupakan kelompok inti di balik keberhasilan ITB dalam mengembangkan jaringan Internet di ITB & Indonesia tanpa kenal lelah bahkan rela mengorbankan waktu tidurnya dimalam hari. Di samping itu, ucapan terima kasih diberikan kepada beberapa rekan yang memungkinkan semua ini terjadi, yaitu, Dr. Soegiardjo Soegijoko (soegiitb@itb.ac.id), Prof.Dr. Widiadnyana Merati, Prof. Wiranto Arismunandar, Dr. Intan Achmad (intan@itb.ac.id), Prof.Dr. Suguru Yamaguchi (suguru@wide.ad.jp), Prof.Dr. Jun Murrai (jun@wide.ad.jp) & masih banyak lagi yang tidak mungkin disebutkan satu persatu di sini.
Mengapa Internet & Teknologi Informasi Menjadi Penting?
Informasi merupakan entity yang sangat penting dalam substansi operasional Internet. Keberhasilan untuk menjadi sebuah produsen informasi menjadi crusial untuk mampu berkompetisi di era globalisasi mendatang. Perubahan paradigma dunia bisnis telah menampakan bentuknya. Proses bisnis saat ini yang sifatnya konvensional, “standard”, bahkan seringkali merupakan lingkungan bisnis monopoly yang terproteksi sehingga pihak customer sulit berhubungan dengan distributor bahkan ke produsen / manufactur; akan di ubah menjadi sebuah proses bisnis yang sifatnya lebih fleksible, customized, lebih menekankan pada profesionalitas dan kualitas sumber daya manusia yang mampu berkompetisi secara fair dan gentlemen tanpa mengandalkan proteksi dan bisnis monopoly. Pada gambar di bawah ini diperlihatkan secara konseptual hubungan / interaksi yang terjadi pada dunia bisnis yang sifatnya konvensional saat ini (pada gambar atas) dengan dunia mendatang (gambar bawah) yang sifatnya lebih interaktif antara pihak customer dengan produsen. Proses bisnis re-engineering seperti ini dimungkinkan karena semakin lancarnya informasi antara pihak customer / pengguna dengan pihak manufacturer / produsen. Kelancaran informasi hanya dimungkinkan oleh keberadaan teknologi informasi yang di tunjang dengan sumber daya manusia yang berkualitas di belakangnya yang mampu bekerja tanpa terlalu mengandalkan koneksi, kekuasaan dan proteksi / monopoly.
Dari sisi SDM keberhasilan dalam dunia usaha hanya dapat dilakukan jika kemampuan sebagai produsen informasi telah di capai. Menjadi seorang produsen informasi merupakan sebuah proses belajar yang akan memakan waktu dengan pengarahan yang terfokus pada objective pemberian servis yang terbaik pada masyarakat banyak secara profesional. Tantangan bangsa Indonesia untuk menjadi produsen informasi tampaknya akan cukup besar melihat statistik yang ada saat ini seperti dilaporkan oleh KOMPAS Bulan Maret 1997, dapat di simpulkan bahwa:
Jelas bahwa saat ini hanya 0.1% dari delapan puluh (80) juta tenaga kerja di Indonesa yang mampu berkompetisi secara bebas memanfaatkan teknologi informasi / Internet yang dilatar belakangi pendidikan tinggi yang baik. Dengan kondisi saat ini yang hanya 0.1% dari jumlah tenaga kerja di Indonesia yang ternyata bekerja dalam suasana kompetitif akan sangat berat bagi Indonesia di paska tahun 2000 jika tidak ada usaha sama sekali untuk meningkatkan kualitas hampir dua puluh (20) juta tenaga kerja yang hanya berpendidikan sekolah menengah untuk dapat berpikiran maju & mampu berkompetisi secara global. Bangku universitas / pendidikan tinggi yang ada di Indonesia hanya mampu menampung 10% dari lulusan sekolah menengah akan menjadi bottleneck pengembangan SDM kecuali diadakan terobosan secara drastis dari berbagai sisi untuk memungkinkan penggunaan teknologi informasi seperti Internet untuk mendobrak kekurangan SDM yang berkualitas melalui program continuing education & distance learning yang bertumpu pada teknologi informasi.
Ucapan terima kasih.
Ucapan terima kasih terutama penulis berikan kepada rekan-rekan di Computer Network Research Group (CNRG) ITB di cnrg@itb.ac.id yang merupakan kelompok inti di balik keberhasilan ITB dalam mengembangkan jaringan Internet di ITB & Indonesia tanpa kenal lelah bahkan rela mengorbankan waktu tidurnya dimalam hari. Di samping itu, ucapan terima kasih diberikan kepada beberapa rekan yang memungkinkan semua ini terjadi, yaitu, Dr. Soegiardjo Soegijoko (soegiitb@itb.ac.id), Prof.Dr. Widiadnyana Merati, Prof. Wiranto Arismunandar, Dr. Intan Achmad (intan@itb.ac.id), Prof.Dr. Suguru Yamaguchi (suguru@wide.ad.jp), Prof.Dr. Jun Murrai (jun@wide.ad.jp) & masih banyak lagi yang tidak mungkin disebutkan satu persatu di sini.
Mengapa Internet & Teknologi Informasi Menjadi Penting?
Informasi merupakan entity yang sangat penting dalam substansi operasional Internet. Keberhasilan untuk menjadi sebuah produsen informasi menjadi crusial untuk mampu berkompetisi di era globalisasi mendatang. Perubahan paradigma dunia bisnis telah menampakan bentuknya. Proses bisnis saat ini yang sifatnya konvensional, “standard”, bahkan seringkali merupakan lingkungan bisnis monopoly yang terproteksi sehingga pihak customer sulit berhubungan dengan distributor bahkan ke produsen / manufactur; akan di ubah menjadi sebuah proses bisnis yang sifatnya lebih fleksible, customized, lebih menekankan pada profesionalitas dan kualitas sumber daya manusia yang mampu berkompetisi secara fair dan gentlemen tanpa mengandalkan proteksi dan bisnis monopoly. Pada gambar di bawah ini diperlihatkan secara konseptual hubungan / interaksi yang terjadi pada dunia bisnis yang sifatnya konvensional saat ini (pada gambar atas) dengan dunia mendatang (gambar bawah) yang sifatnya lebih interaktif antara pihak customer dengan produsen. Proses bisnis re-engineering seperti ini dimungkinkan karena semakin lancarnya informasi antara pihak customer / pengguna dengan pihak manufacturer / produsen. Kelancaran informasi hanya dimungkinkan oleh keberadaan teknologi informasi yang di tunjang dengan sumber daya manusia yang berkualitas di belakangnya yang mampu bekerja tanpa terlalu mengandalkan koneksi, kekuasaan dan proteksi / monopoly.
Dari sisi SDM keberhasilan dalam dunia usaha hanya dapat dilakukan jika kemampuan sebagai produsen informasi telah di capai. Menjadi seorang produsen informasi merupakan sebuah proses belajar yang akan memakan waktu dengan pengarahan yang terfokus pada objective pemberian servis yang terbaik pada masyarakat banyak secara profesional. Tantangan bangsa Indonesia untuk menjadi produsen informasi tampaknya akan cukup besar melihat statistik yang ada saat ini seperti dilaporkan oleh KOMPAS Bulan Maret 1997, dapat di simpulkan bahwa:
- 80.110.060 (100%) total pekerja di seluruh Indonesia hasil sensus tahun 1995.
- 56.033.911 (69.95%) di bidang pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, pertambangan, penggalian – dengan maksimum pendidikan Sekolah Dasar; sebagian bahkan tidak pernah mengecap bangku sekolah.
- 12.193.652 (15.2%) di bidang perdagangan, bisnis retail & servis – dengan maksimum pendidikan SMA.
- 2.868.140 (3.5%) dengan pendidikan D1, D3 dan S1 umumnya bekerja pada bidang keuangan dan usaha swasta lainnya.
- 60.000 (0.1%) dari sekian banyak orang yang berpendidikan S1 yang merupakan Internet.
Jelas bahwa saat ini hanya 0.1% dari delapan puluh (80) juta tenaga kerja di Indonesa yang mampu berkompetisi secara bebas memanfaatkan teknologi informasi / Internet yang dilatar belakangi pendidikan tinggi yang baik. Dengan kondisi saat ini yang hanya 0.1% dari jumlah tenaga kerja di Indonesia yang ternyata bekerja dalam suasana kompetitif akan sangat berat bagi Indonesia di paska tahun 2000 jika tidak ada usaha sama sekali untuk meningkatkan kualitas hampir dua puluh (20) juta tenaga kerja yang hanya berpendidikan sekolah menengah untuk dapat berpikiran maju & mampu berkompetisi secara global. Bangku universitas / pendidikan tinggi yang ada di Indonesia hanya mampu menampung 10% dari lulusan sekolah menengah akan menjadi bottleneck pengembangan SDM kecuali diadakan terobosan secara drastis dari berbagai sisi untuk memungkinkan penggunaan teknologi informasi seperti Internet untuk mendobrak kekurangan SDM yang berkualitas melalui program continuing education & distance learning yang bertumpu pada teknologi informasi.
0 komentar:
Post a Comment